Jumat, 11 Oktober 2013

ANALISIS GEDUNG RSUD KOTA SABANG : Dilihat dari sudut pandang Ilmu Kebencanaan





Rumah Sakit “Tua” peninggalan Belanda ini dulu bernama Links de Kliniek Van de Sabang  (1919), setelah merdeka berganti nama menjadi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Sabang , kelas C.  Sebagai bangunan “Cagar Budaya”, tentu saja memiliki struktur bangunan khas Belanda berupa ruangan yang besar dengan atap yang tinggi ,  pintu serta jendela lebar tanpa kaca, koridor terbuka, sistem pembuangan limbah yang memadai sehingga tampak sejuk dan nyaman, tentu saja terlepas dari tingkat pelayanannya. RSUD ini memiliki  luas area 15.670 m2, luas bangunan 12.282.5 m2, serta jumlah karyawan hampir mencapai 300 orang. Lokasi RS berjarak sekitar 200 m dari bibir pantai dengan kemiringan mencapai 35serta berada pada  ketinggian 25-30 m dari permukaan laut.
 Kota Sabang merupakan pulau vulkanik dan  bagian dari sesar Sumatera, artinya sering ikut menikmati gempa bumi . Kota ini  juga  terkena dampak tsunami pada tahun 2004. Kondisi cuaca yang cenderung berangin kuat dan badai, menambah daftar bencana yang mungkin akan diderita. Untuk itu penulis mencoba sedikit melakukan analisis gedung RSUD Kota Sabang dari sudut pandang  Ilmu Kebencanaan secara sederhana dan deskriptif.

FASILITAS FISIK

       Untuk urusan  gedung walaupun sudah tua tapi tetap kokoh dengan banyak tiang,  terbukti sampai sekarang belum tampak retak, hanya beberapa bagian berlumut termakan usia. Model koridor terbuka  memungkinkan proses  evakuasi saat terjadi bencana.  Lokasi RS  berbukit atau miring  terasa sangat mengganggu, maksudnya ada bangunan yang berada di atas dan di bawah, atau ada koridor yang naik dan turun. Bayangkan saja bila harus mendorong pasien terutama dari IGD yang letaknya lebih tinggi, ke bagian penunjang  seperti radiologi , laboratorium, serta ruang perawatan  pada bangunan lebih rendah, terkadang  harus meluncur seperti pemain ski, dengan tangan dan kaki perawat sebagai remnya.  Belum lagi bila musim hujan, maka akan terjadi bencana lokal yaitu pasien bahkan para karyawan  terjatuh di koridor  yang miring tersebut. Sangat tragis.
        Penyediaan tabung pemadam kebakaran  dirasa sudah  cukup memadai, walaupun belum ada sensor kebakaran. Ada dua gedung baru berlantai dua (termasuk IGD)  memiliki  dua tangga yang proporsional, kecuali gedung keperawatan yang  hanya memiliki  satu tangga.

KETERSEDIAAN INFORMASI

       Idealnya suatu RS tentu harus ada pelatihan mengenai bencana ataupun kegawat daruratan, misalnya pelatihan tentang  kebakaran, drill tsunami, proses evakuasi korban dan sebagainya. Dari  5 orang staf medis dan paramedis yang ditanya ternyata hanya sebagian kecil yang telah  mendapatkannya secara khusus, sebagian lagi mungkin mendapatkannya dibangku kuliah, bahkan banyak  yang belum mengetahui bagaimana  menggunakan  tabung pemadam kebakaran . Saat ini tidak tampak  informasi mengenai jalur evakuasi.

PRILAKU KARYAWAN DAN MASYARAKAT

       Secara umum masyarakat kita tidak begitu paham dengan budaya antri, ini terlihat jelas saat parkir kendaraan. Tempat parkir di depan RS memang lumayan luas tapi semrawut. Yang sulit adalah masalah parkir di depan IGD melalui jalur samping yang sempit dengan area parkir yang sempit pula. Sering terjadi kendaraan menutupi jalur masuk sehingga  mobil ambulans sulit untuk keluar masuk. Untuk itu sangat diharapkan pengertian masyarakat, manajemen,  serta pemerintah daerah untuk memperbaiki kondisi di atas.

Terima kasih, Wassalam

*NB:  hasil analisis ini sangat lemah, kritik dan saran akan sangat membantu

           

           



Tidak ada komentar:

Posting Komentar